Pesona Gunung Kelud via Tulungrejo Blitar




Gunung Kelud mungkin masih asing di telinga para pejalan. Terlebih sejak terakhir meletus pada tahun 2014, kawasan gunung Kelud ditutup dan baru mulai beroperasi pada setahun belakangan. Gunung dengan ketinggian 1.731 mdpl mempunyai kawah yang menakjubkan dengan trek pendakian yang tidak kalah menegangkan. Bagaimana mungkin gunung yang tidak begitu tinggi ini memiliki jalur pendakian yang ternyata tak biasa? Oke, perlahan-lahan aku akan mencoba menjabarkannya.

Gunung Kelud berada dalam tiga wilayah yaitu kabupaten Kediri, kabupaten Blitar dan kabupaten Malang. Gunung ini dapat diakses sebagai wisata yang berasal dari Kediri dan sebagai jalur pendakian dari Blitar. Jalur pendakian Blitar memakan waktu cukup lama dibandingkan jalur Kediri. Terdapat beberapa jalur dari Blitar dan jalur dari desa Tulungrejo adalah jalur yang lebih banyak dikenal. Wisata gunung Kelud dari Kediri menyajikan pemandangan kawah gunung dari dekat, bahkan pengunjung dapat mencapai air kawahnya tanpa perlu berjalan lama. Kendaraan sudah dapat di parkir di dekat kawah. Bedanya, pendakian gunung Kelud membutuhkan waktu sekitar 5 jam untuk mencapai kawah dengan berjalan kaki.

Ada beberapa puncak yang baru aku tahu setelah berada di basecamp Tulungrejo yaitu puncak kawah dan puncak Mahesasuro. Fakta yang baru aku tahu juga, puncak Mahesasuro adalah puncak tertinggi gunung Kelud yang harus dicapai dengan peralatan climbing. Penyewaan alat climbing tidak bisa mendadak dan harus ada koordinasi dari pendaki dan pengelola basecamp. Percaya atau tidak, ini disebut miniaturnya gunung Raung.

Bagi kalian yang berniat melakukan pendakian kesini, dapat mencapai Blitar dengan mengambil kereta arah Malang (atau sebaliknya Malang-Jakarta) dan turun di stasiun Wlingi, Blitar. Kemudian dapat menyewa mobil yang akan mengantarkan ke basecamp desa Tulungrejo dengan jarak sekitar 20 km atau sekitar 30 menit.

Perjalanan kali ini aku mulai dari stasiun Pasar Senen Jakarta bersama Rizki, Bintang dan mas Irul. Berangkat menggunakan kereta Api Matarmaja yang berangkat pada jam 15.15 dengan sajian kursi khas ala Matarmaja yang mereka sebut “kursi penyiksaan”. Aku tidak tahu bagaimana asal usulnya, tapi tebakanku mengarah pada perjalanan panjang 16 jam diatas kursi yang bahkan busanya sudah tipis. Iya, mungkin terlalu lama diduduki membuat kursi kereta Matarmaja sedikit gembos dan padat. Mungkin hanya beberapa kereta ekonomi saja. Aku menemukan bangku kereta ekonomi yang masih mempunyai kursi yang nyaman. Manurutku sah-sah saja dengan harga seratus ribuan dapat mencapai daerah Jawa Timur dengan jalanan yang tanpa hambatan dan tepat waktu. Bagi yang tidak terbiasa boleh mencoba memakai kereta model bisnis atau eksekutif.

Keesokan paginya matahari menyambut kami yang sedang menunggu pemberhentian di Wlingi, Blitar. Satu persatu penumpang turun. Suasana sudah tidak lagi seramai sejak pertama keberangkatan, meski sebagian besar tetap turun di Malang. Aku sudah bisa menselonjorkan kaki ke bangku depan. Ah, nikmatnya. Waktu selepas subuh aku nikmati bersama sinar matahari yang sedikit mengintip dari kejauhan sana.

Kami sampai di Wlingi tepat waktu. Sepertinya hanya rombongan kami yang beransel besar yang turun di stasiun ini. Padahal terlihat penumpang lain juga bercarier. Mungkin bisa jadi mereka akan ke Semeru, Arjuno, Welirang atau gunung-gunung lain Jawa Timur. Aku keluar stasiun disusul dengan Rizki yang sibuk menelpon, Bintang dan mas Irul dibelakangnya. Hanya ada satu mobil yang parkir di depan stasiun. Iya, itu mobil jemputan kami. Mobil Espass berwarna merah keluaran tahun 2005 dengan bodi khasnya yang melengkung pada bagian depan.

Dengan cepat pak Bambang membawa kami menyusur ke bagian kota Blitar yang masih sepi pagi itu. Tidak butuh waktu lama untuk mencapai basecamp Gunung Kelud, kurang dari setengah jam kami sampai di desa Tulungrejo. Kami dilewatkan perkebunan teh Banaran yang menurut kabar, sudah tidak menghasilkan secara maksimal seperti dulu lagi. Tapi kabar baiknya pembangunan dan perbaikan jalan dilakukan di daerah ini. Akses menuju kota Batu diperlebar agar bisa menjadi jalan alternatif yang diharapkan juga bisa menjadi perbaikan ekonomi bagi masyarakat sekitar.


Basecamp pendakian gunung Kelud


Sampai di basecamp. Sudah tiba 2 teman dari Malang, Huda dan Irul. Kami kembali mengolah bawaan, setelah menyantap nasi goreng dan teh hangat yang dibuat di warung Pak Bambang.  Segera pengurusan simaksi dilakukan, hanya kemlompok kami yang datang pagi itu. Iya, hanya kami yang melakukan pendakian. Suasananya pasti akan berbeda kalau kami mengambil waktu akhir pekan. Simaksi untuk masuk pendakian gunung Kelud adalah Rp. 15.000 ditambah dengan jasa ojek untuk masuk ke pintu rimba untuk 2 kali jalan, yaitu pulang pergi Rp.10.000, totalnya Rp. 25.000. Jarak dari basecamp ke pintu rimba memang cukup dekat hanya 5 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Wana wisata hutan pinus Loji 

Pintu rimba



Pintu rimba – Pos 1 Srenggono Bule = 1 jam

Jalanan dari pintu rimba ke pos 1 masih landai, jalanan hanya sedikit menanjak di beberapa titik. Awalnya perjalanan akan dilewatkan hutan pinus kemudian sedikit pohon bambu. Jalan yang tidak terlalu menanjak sangat ramah untuk pemanasan kaki apabila sudah lama tidak berolahraga.

Awal jalur melewati hutan pinus

Pos 1 Srenggono Bule


Pos 1 Srenggono Bule – Pos 2 Rewondho Geni = 30 menit

Jalanan sudah mulai menanjak curam, bahkan dari langkah pertama. Meski tidak terlalu jauh, jalur ini menyajikan medan curam berbatu. Tidak ada bonus sama sekali. Sensasi naik gunung sangat terasa pada bagian ini.

Pos 2 Rewondho Geni


Pos 2 Rewondho Geni – Pos 3 Camp Turonggo Petak = 1 jam 15 menit

Jalur kembali ke normalnya pendakian, terdapat bonus-bonus jalur. Terkadang masih ditemui jalur yang masih tertutup dahan-dahan pohon yang berduri. Tak jarang baju, jilbab atau cover bag juga tersangkut duri-duri ini. Lagi seperti dugaanku, tanaman berduri  yang tidak aku tahu namanya ini adalah tempat mahluk kecil menggelikan, pacet. Segera aku keluarkan minyak kayu putih untuk pertolongan pertama pada Huda yang menjadi korban pertama. Terdapat penanda tempat yang berbentuk seperti pos tapi ternyata bukan, yaitu kawasan Singo Ludoyo. Dari penanda ini hanya butuh sekitar 15 menit untuk mencapai pos 3 Turonggo Pethak.

Pacet lagi makan


Gerbang Singo Ludoyo


Kami bermalam di pos ini. Hanya kelompok kami yang naik, menjadikan gunung Kelud terasa milik pribadi. Sebelum ada 2 pengunjung lain yang melewati tenda kami dan hanya menyapa kemudian terus berjalan. Aku tidak tahu dimana mereka akan berkemah. Kebetulan Rizky membawa single tent yang baru dibawanya kesini dan kebetulan hanya aku perempuan yang ikut. Rizky menawarkan tendanya. Tapi ternyata uji nyali malam itu gagal. Belum ada satu jam aku mengalah pada alam dan pindah ke tenda yang lebih besar bersama yang lain.

Pos 3 Turonggo Pethak

Camp ground Pos 3


Pos 3 Camp Turonggo Pethak – Kawah gunung Kelud = 1 jam 40 menit

Keesokan harinya, pagi sekali kami putuskan untuk mencapai kawah. Setelah sholat subuh, perjalanan dimulai. Hari masih gelap. Jalanan awal, kami menuruni tanjakan Punggung Naga. Tanjakan ini menggambarkan beberapa jalur curam gunung-gunung lain. Ada yang bilang mirip tanjakan Bapa Terenya Ciremai, ada yang mengatakan seperti jalur engkol-engkolannya Sumbing, dan adapula yang mengatakan seperti tanjakan setannya Gunung Gede tapi punya panjang 3 kali lipat. Aku akui, jalurnya memang sangat curam, tapi kami sangat terbantu dengan adanya beberapa tali pengaman yang memudahkan para pendaki untuk naik atau turun. Tapi aku juga kurang setuju dengan menyamakan gunung ini dengan gunung itu. Bagiku semua gunung itu unik, sepertinya aku tidak berhak menyama-nyamakannya. Setiap gunung punya ceritanya masing-masing.

Nah setelah kelar dengan turunan tanjakan Punggung Naga, kemudian jalur tengah Punggung Naga adalah jalur yang di kelilingi jurang. Pemandangan sudah mulai disinari matahari dan beberapa kali membuatku tercengang dengan pemandanganya.

Kemudian kami melewati jalur dengan penanda kearah air terjun Kali Suci. Air terjun yang kadang terlihat dari pos 3 apabila cuaca cerah dan tidak tertutup kabut. Ajaibnya setelah itu kami menemukan tempat landai lagi, mungkin bisa untuk belasan tenda. Kami juga mendapati 2 oarang kemarin yang melawati kami berkemah disini.  Tapi dengan jalur seperti tadi lebih bijak mengikuti aturan basecamp untuk berkemah di pos 3.

Kami sampai di tempat yang digadang-gadang sebagai kawah tapi belum sama sekali terlihat kawah Kelud. Aku kecewa. Terlihat di kejauhan tebing yang sangat gagah dan tebing didekat kami istirahat. Tebing untuk mencapai puncak gunung Kelud yaitu puncak Mahesasuro, dan 2 puncak lain yaitu puncak Selo Jumeneng dan Solo Agung. Jalur ke puncak-puncak itu harus menggunakan peralatan climbing lengkap seperti yang sudah disebutkan di awal.




Sementara itu, tidak ada petunjuk arah ke arah puncak sebelum kami memperhatikan arah panah berwarna merah. Terlihat agak samar tapi memang hanya itu petunjuk kami dapatkan. Kami mulai menyusuri jalanan tersebut. Melewati pinggiran tebing terjal dengan bantuan webbing disetiap tanjakan. Semua orang tidak boleh lengah, jalanan batuan ini hanya sedikit yang terkena sinar matahari. Tak heran ada beberapa tempat yang licin karena ditumbuhi lumut.  

Tebakan kami dijawab. Kami mencapai kawah gunung Kelud. Oh senangnya. Alhamdulillah!












Note:
Membawa cukup air karena tidak ada sumber air kecuali di air terjun Kalisuci, jaraknya lumayan jauh.
Memakai gaiter pada jalur awal karena terdapat pacet.
Bukan gunung yang tinggi tetapi tetap harus memakai perlengkapan yang aman bagi pendakian.
Memakai sarung tangan ketika menuju ke kawah Kelud, karena akan banyak jalur terjal yang harus memakai bantuan webbing dan tali.
Diusahakan untuk mencapai kawah sebelum jam 9 pagi, karena diatas jam itu kawah sering tertutup kabut.

Rincian biaya transportasi
1.      Kereta api Matarmaja PP Rp. 218.000
2.      Sewa mobil dari stasiun ke basecamp Rp. 300.000/PP
3.      Simaksi dan ojek Rp. 25.000

Kontak
Pak Bambang 0813 3357 9467 



  

1 Response to "Pesona Gunung Kelud via Tulungrejo Blitar"

  1. Beberapa photo..murip layaknya puncak jaya tanpa es, klo dikasih judul puncak jaya pun.. pembaca mungkin kan percaya..
    Nice nyun..

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel